Mendirikan Rumah Terapi Autis Karena Terpanggil
GROBOGAN - Pelangi Autis yang beralamat di Setolan Gg. Patimura 1, kelurahan Wirosari ini adalah rumah pelayanan terapi autis bagi anak-anak penyandang autis. Pelangi Autis didirikan pada tahun 2013 oleh Sri Purwanti, Amd. OT. seorang ibu beranak satu yang peduli atas pendidikan anak-anak berkebutuhan khusus di wirosari.
Tidak seperti tempat terapi pada umumnya yang selalu ramai serta suara riuh bermain, tapi di sekolah ini justru sepi. Pelangi Autis yang mendidik anak-anak autistik/autis ini tampak tenang. Murid-muridnya asyik bermain tanpa suara ribut seperti anak-anak pada umumnya karena mereka menderita autis.
Wanita berusia 37 tahun ini menuturkan, ada beberapa pelajaran terapi untuk autis. Yakni terapi layanan Individual Classroom dan kelompok , sesuai kebutuhan anak.Namun saat ini,dia hanya melayani kelas individu."Sebelumnya ada dua kelas,individu dan kelompok.Namun,karena terbatasnya tenaga,maka hanya melayani kelas individu," jelasnya.
Karena keterbatasan tenaga dan peralatan,saat ini,pelangi Autis hanya melakukan program terapi Okupasi terapi dan terapi perilaku."Untuk terapi yang lain belum bisa saya lakukan.Saat ini,jika ada yang harus terapi wicara saya rujuk ke Purwodadi," jelasnya.
Saat ini ada 8 anak yang mendapat pelayanan di Pelangi Autis Wirosari. Rata-rata mereka adalah anak-anak usia TK dan SD yang berasal dari kecamatan Wirosari dan juga berasal dari daerah sekitar seperti Kradenan, Gabus dan Ngaringan.Semakin lama jumlah anak-anak yang diterapi di Pelangi Autis makin meningkat bahkan Pelangi Autis sempat menolak anak karena keterbatasan tenaga. “Banyak yang saya tolak karena keterbatasan tenaga terapis.Kemarin waktu ada yang bantu ,ada 15 anak yang ikut terapi” kata Sri Purwanti.
Sementara untuk pengelolaan biaya kebutuhan terapi,ia mengaku semua masih memakai biaya sendiri atau dari tabungannya. Ada juga dari bantuan orangtua murid. “Sampai saat ini kita belum ada mendapat bantuan dari pemerintah. Padahal anak-anak di Undang-Undang anak harus mendapat perhatian oleh peran negara. Seharusnya juga bersosialisasi dengan sekolah normal,” ungkapnya.
Dirinya terpaksa menanggung biaya terapi dengan sistem subsidi silang. “Sebab kita melihat tingkat status ekonomi murid, ada yang tidak bayar karena kekurangan biaya tetap kita tangani,” kata wanita berkerudung ini dengan ramah
Dibalik kerja keras dan kemauan kerasnya membantu anak-anak autis, ia punya latar-belakang saat mendirikan Pelangi Autis.Sri Purwanti mengisahkan, ia terpanggil awalnya karena punya pengetahuan, pendidikan serta pengalamanya membesarkan buah hatinya yang hiperaktif dan lambat bicara.Wanita kelahiran Wirosari ini juga bekerja di sebuah Klinik Terapi Okupasi yang menangani anak Autis di Jakarta."Sejak usia 2 tahun,secara intens saya melakukan terapi terhadap anak saya.Bahkan sampai TK harus saya tungguin karena sangat hiperaktif.Alhamdulillah berkat kesabaran,saat ini anak saya normal," jelasnya.
Sepulang dari Jakarta, Sri Purwanti yakin kalau bukan anaknya saja mengalami autis, tapi banyak anak-anak lainnya. Karena pengalamannya membesarkan Awan.Ditambah melihat secara langsung pahit-getirnya orang tua mendapat sekolah untuk buah hatinya karena sering ditolak oleh sekolah umum karena menyandang autis.Pada tahun 2013 ia mendirikan Pelangi Autis. “Saya prihatin dan ingin membantu anak autis, makanya saya dirikan pelangi Autis,” tuturnya.
Lebih lanjut Sri Purwanti berharap banyak kepada pemerintah agar bisa membangun sekolah autis di daerah, jangan hanya di kota saja karena daerah masih sangat kekurangan pelayanan sekolah autis. Selain tentunya mempermudah perijinan untuk pendirian sekolah-sekolah autis yang diselenggarakan oleh masyarakat serta memberikan bantuan fasilitas terapi .(ire)
Post a Comment
Post a Comment