Boyong Grobog Atau Boyong Projo ?
GROBOGAN – Hari jadi Kabupaten Grobogan setiap tahunnya selalu
diisi Tradisi Boyong Grobog di Kecamatan Grobogan. Tradisi yang digagas sejak
tahun 2011 ini dengan cara memboyong(membawa)
Grobog(tempat pusaka) dari Kelurahan
Grobogan menuju Pendopo kabupaten di Purwodadi. Namun pemberian nama Boyong Grobog mendapat perhatian dari
pemerhati budaya. Pemberian nama Boyong
Grobog dianggap kurang benar dan menyalahi sejarah.
Tanggal 4 Maret 2017, kabupaten Grobogan punya kerja
memperingati hari jadinya yang ke 291. Pada pelaksanaan acara hari jadi tahun
ini, lebih meriah dibandingkan dengan pelaksanaan pada tahun-tahun yang lalu.
Acara dimulai tanggal 26 Februari 2017, dengan menampilkan berbagai kesenian di
kabupaten Grobogan, yang bertempat di lapangan desa Grobogan. Selain itu juga
didirikan berbagai stand, yang juga memamerkan tentang berbagai hasil kuliner,
batik, maupun fosil purba yang ditemukan di desa Banjarejo kecamatan Gabus
kabupaten Grobogan.
Acara Boyong Grobog yang dihadiri Bupati serta seluruh FKPD
ini berlangsung cukup meriah. Dalam sambutannya, Bupati mengatakan Boyong
Grobog merupakan sejarah pindahnya pemerintahan dari kecamatan Grobogan ke
Kecamatan Purwodadi(sekarang). “Mohon doa restunya, semoga Grobogan lebih
hebat. Dengan banyaknya gunungan ini menandakan kemakmuran masyarakat Grobogan,”
tuturnya.
Sejarah hari Jadi
Grobogan
Tradisi kirab boyong grobog dari pendopo kawedanan Grobogan
menuju ke pendopo kabupaten Grobogan dilaksanakan kemarin. Riwayat kabupaten
Grobogan Ditetapkannya hari jadi kabupaten Grobogan, dimulai dengan diangkatnya
Ngabehi Wongsodipo menjadi bupati pertama di kabupaten tersebut. Pengangkatan
dilaksanakan oleh Sunan Amangkurat IV, pada hari Senin 21 Jumadilakir 1650 atau
pada tanggal 4 Maret 1726. Dari catatan sejarah tentang kabupaten Grobogan
menceritakan, bahwa setelah diangkat menjadi bupati di Grobogan, Ngabehi
Wongsodipo yang bergelar Raden Tumenggung Martopuro tetap tinggal di Kartosuro.
Hal itu karena di Kartosuro terjadi kekacauan, sehingga Tumenggung Martopuro
dipercaya untuk meredam kekacauan. Adapun untuk pengawasan kabupaten Grobogan,
diserahkan kepada keponakan yang juga menantunya bernama Suwandi. Pada tahun
1727 Sunan Amangkurat IV, dan diganti oleh Sunan Pakubuwono II. Raden
Tumenggung Martoguno sangat membenci penjajah Belanda, maka bersama Tumenggung
Djojoningrat bupati Demak, para bupati pesisir utara dan orang-orang Cina
menyerang Belanda di Semarang. Tetapi serangan tersebut gagal, Tumenggung
Martoguno kembali ke Kartosuro. Ternyata Sunan Pakubuwono II membantu kompeni
Belanda, dengan menangkap dan menyerahkan patih Danuredjo kepada Belanda untuk
diasingkan ke Sailan. Tidak lama kemudian untuk penggantinya Adipati
Notokusumo, juga ditangkap dan diserahkan kepada Belanda untuk diasingkan ke
Sailan. Melihat gelagat yang tidak baik, Tumenggung Martoguno pergi ke Grobogan
untuk melaksanakan tugasnya sebagai bupati Grobogan dengan gelar Pangeran
Puger. Pada tahun 1753 Tumenggung Martopuro atau Pangeran Puger wafat,
jenazahnya dimakamkan di Grobogan. Sebagai pengganti bupati Grobogan,
ditunjuklah Suwandi yang bergelar Tumenggung Surjonegoro. Pemindahan Pusat
Pemerintahan Kabupaten Tahun 1864 pusat pemerintahan kabupaten Grobogan
dipindahkan, dari desa Grobogan ke desa Purwodadi. Sebagai alasan pemindahan
tersebut, untuk persiapan perubahan sistem administrasi pemerintahan kabupaten
mancanagari menjadi sistem administrasi pemerintahan kabupaten pangrehprojo.
Sistem administrasi pangrehprojo tersebut, hampir sama dengan sistem
administrasi pemerintahan kabupaten sekarang ini.
Setelah pusat pemerintahan kabupaten dipindahkan ke
Purwodadi, desa Grobogan dijadikan sebagai pusat pemerintahan kawedanan.
Didirikan pendopo kawedanan baru, yang terletak di sebelah selatan bekas
pendopo kabupaten Grobogan yang lama. Walaupun pusat pemerintahan kabupaten
Grobogan telah dipindah ke Purwodadi, tetapi untuk sebutannya tetap kabupaten
Grobogan. Maka tidak mengherankan, bahwa sejak dulu untuk sebutannya adalah Kabupaten
Grobogan di Purwodadi.
Penjelasan Pengamat
Sejarah
Menurut penjelasan dari pengamat sejarah Grobogan Heru
Hardono, nama kabupaten Grobogan sudah tercatat di dalam Serat Perjanjen Noto
di Kartasura, oleh karena itu untuk namanya tetap kabupaten Grobogan. “Karena
pengangkatan Ngabehi Wongsodipo menjadi bupati pertama di Grobogan, dasarnya
adalah Serat Perjanjen Noto Kartosura. Pemindahan pusat pemerintahan kabupaten
Grobogan, juga atas perintah dari kraton Surakarta. Atas dasar Serat Perjanjen
Noto di Kartosuro tersebut, untuk sebutannya tetap kabupaten Grobogan,”
jelasnya.
Acara Pelaksanaan Tradisi Boyong Grobog. Pada acara tradisi
boyong grobog yang diselenggarakan pada tanggal 2 Maret, selain memboyong
grobog juga ada beberapa dokar berhias, yang ditumpangi oleh bupati dan para
pejabat teras kabupaten. Dibelakangnya diiringi drumband, reog dan barongan.
Masyarakat berjubel di pinggir jalan, antara pendopo kawedanan Grobogan sampai
pendopo kabupaten Grobogan. Mereka ingin mengetahui, tentang jalannya acara
tradisi boyong grobog tersebut. Dijelaskan oleh panitia penyelenggara hari jadi
kabupaten Grobogan, bahwa acara yang mulai diadakan pada tahun 2011 itu, agar
masyarakat khususnya generasi muda tahu tentang riwayat berdirinya kabupaten
Grobogan.
Tetapi menurut Heru
Hardono, untuk pemberian nama boyong grobog itu kurang benar. Kalau untuk
mengenang pemindahan pusat pemerintahan kabupaten Grobogan ke Purwodadi pada
tahun 1864, mestinya untuk pemberian nama tradisi tersebut adalah boyong projo.
“Nama Grobogan yang menurut riwayat berasal dari grobog yang tertinggal, itu
sudah ada ketika Ngabehi Wongsodipo diangkat menjadi bupati pertama di
Grobogan. Pada tahun 1864 itu bukan boyong grobog, tetapi boyong pusat
pemerintahan Kabupaten Grobogan” jelasnya.
Pria yang akrab dipanggil Mbah bejo ini menambahkan, konon nama Grobogan, berasal ketika Sunan
Ngudung dan Sunan Kudus yang memimpin pasukan kerajaan Demak menyerang kerajaan
Majapahit. Karena mendapat kemenangan, Sunan Ngudung memerintahkan para
prajurit, untuk memboyong pusaka kerajaan Majapahit ke Demak. Tetapi ketika
sampai di suatu daerah, ada salah satu grobog berisi pusaka yang tertinggal.
Maka oleh Sunan Ngudung, untuk daerah tersebut diberinya nama Grobogan. (iya)
Post a Comment
Post a Comment