Tradisi Langka "Angon Putu" Masih Ada di Grobogan
PURWODADI, Grobogantoday.com- Tradisi angon putu
saat ini jarang kita jumpai. Tradisi jawa yang mulai luntur ini mengharuskan
seorang kakek yang memiliki cucu dan
cicit lebih dari 25, untuk mengajak cucu-cucunya tersebut pergi ke pasar untuk jajan.
Baru-baru ini, seorang kakek di Grobogan menggelar tradisi angon putu. Ketenangan Pasar Fajar Purwodadi, Kabupaten Grobogan,
Jawa Tengah, tiba-tiba gempar. Dari lokasi parkir, seorang kakek yang terlihat
harus duduk di kursi roda beberapa kali mengayunkan cambuk yang dipegangnya.
Tidak hanya sekali, namun dengan
senyum menyungging dibibir cambukan beberapa kali mengayun pada anak-anak yang
diketahui adalah cucu dan cicit sang kakek yang bernama Notoraharjo. Karenanya
tindakan dilakukan kakek jelang pasar selesai, maka banyak pedagang dan
pembeli mendekati dan ikut mengerubut untuk melihat secara langsung saat sang
kakek beberapa mecut atau mencambuk sebanyak 16 cucu dan 11 cicit keturunan
Notoraharjo dan Sumi.
Bukan karena marah, namun mencambuk cucu dan cicit
dilakukan Notoraharjo sebagai menjalankan tradisi turun temurun yang dinamakan
tradisi ‘angon cucu’ atau menggembala cucu ke pasar. Sedang, cambuk cemeti yang
bertujuan untuk mengarahkan langkah sang cucu ke dalam pasar tradisional
diayunkan secara pelan tanpa menyakiti.“Ini keinginan suami saya. Dulu, suami saya bilang jika
usianya lebih dari 100 tahun maka akan melakukan tradisi angon putu,” kata Sumi
saat mendampingi Notoraharjo angon putu.
Sebelum diajak ke pasar, anak, cucu dan cicit diajak
kumpul keluarga di Desa Brambangan, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Grobogan,
Jawa Tengah. Kemudian, keluarga besar secara bersama-sama mendatangi pasar.
“Cucu yang besar diberi bungkusan berisi makanan ringan dan uang Rp 50 ribu dan
kantong berisi biji-bijian biar kedepan anak tidak kekurangan pangan. Isi
kantonya yang menyiapkan anak-anak,” katanya menjelaskan.
Tradisi angon putu, merupakan tradisi langka yang
dijalankan secara turun temurun oleh masyarakat Jawa. Tradisi, dilakukan jelang
akhir tahun dimana harus pada libur panjang. Pasalnya, tradisi akan diikuti
semua anak, cucu dan cicitnya baik yang tinggal dekat orang tua maupun yang
berasal dari luar kota.“Semua berencana ikut hadir acara angon
putu. Tapi saudara dari Kudus terlambat karena kebanan jadi masih
beberapa yang kumpul,” kata Suharti, anak kedua dari enam anak Notoraharjo.
Tradisi angon putu, baru dilaksanakan di tahun
2017 lantaran sang ayah mengucap janji jika usia lebih dari 100 tahun akan
menggelar tradisi Jawa yang telah dilakukan kakek buyutnya. “Sekarang bapak
usianya 100 tahun tujuh bulan makanya kami menggelar tradisi angon putu,”
katanya menambahkan.
Riski, salahsatu cucu Notoraharjo kakek berusia 100 tahun
mengaku senang dapat uang Rp 50 ribu dari kakeknya. “Tadi jajan di pasar Rp
2.000, seneng ini mau jajan lagi,” akunya sambil berlalu menuju toko di pasar
tradisional pasar Fajar Purwodadi.
Kepada anak, cucu dan cicitnya, Notoraharjo dengan bahasa
Jawa Kentel berpesan dina iki minggu pon tabuh tanggal 24 Desember 2017
aku duwe niat khajat lan dongake kanthi nyangoni urip rupa winihan muga-muga
entuk hidayah saha inayah saking Gusti Muebeng Dumadi besukke kabeh keturunanku
bisa tukul ngremboko kanthi urip rukun, mulyo, pangkat drajat sing becik,
rejeki barokah. Sing iseh sekolah pada pinter, sukses, nyambut gawe sing tekun,
jujur, sregep sholat, berdoa, iman taqwa, panjang umur, anak yang sholeh
sholekah, ayem tentrem, slamet. Wilujeng aja lali amal sing akeh marang sedulur
anak yatim piatu sebab kabeh mau minongko titipan seng gawe urip.
Hari ini Minggu Pon Tanggal 24 Desember 2017. Saya punya
niat dan mendoakan buat bekal hidup berupa benih semoga mendapat berkah hidayah
dan inayah dari Tuhan. Dan kedepan semua keturunanku bisa tumbuh dengan subur,
hidup dengan rukun, mulia, pekerjaan yang baik, mendapat rejeki yang diberkati.
Yang masih sekolah semoga menjadi anak pintar, sukses kedepan ketika kerja yang
tekun, jujur, rajn sholat, rajin berdoa, imam yang takwa, panjang umur, anak yang
sholeh, sholekah, damai, selamat. Untuk menjadi berkah pada sesama, jangan lupa
beramal kepada anak yatim piatu sebab semua itu hanya titipan dari Tuhan.
Pesan kedua aku kepingen momong kowe kabeh arep
tak giring tak jak lunga bareng neng pasar Purwodadi saperlu nuruti
kepinginanne mbah ayo pada jajan bareng-bareng kepinginanmu apa kuwi ning
kantong ana sangu setitik kanggo tuku jajaj ngono welingku muga=muga slamet
wilujeng kabeh.
Tradisi Angon Putu
Mereka sengaja meluangkan waktu untuk mengikuti prosesi
upacara Angon Putu yang diadakan oleh nenek dan kakek mereka. Mereka dengan
suka cita menyambut upacara tradisi yang hampir punah itu. Bahkan cicitnya yang
belum lama lahirpun ikut datang kendati harus digendong oleh orang tuanya.
Angon Putu diawali dengan sungkeman. Anak-anak, cucu dan
cicitnya sungkem kepada pasangan Notoraharjo dan Sumi yang dilakukan di rumah
sang kakek. Usai sungkeman, mereka diajak melakukan napak tilas perjalanan
hidup Notoraharjo dan Sumi. Napak tilas dimulai dari sekolah sang orang tua
hingga bekerja untuk menghidupi keluarga.
Setelah napa tilas, Notoraharjo dan Sumi memberi sangu
atau uang kepada anak-anak dan cucunya berupa uang pecahan Rp 10 ribu dan Rp 5
ribu dengan total Rp 50 ribu yang dimasukkan ke dalam amplop.
Uang, nantinya digunakan untuk jajan di Pasar Fajar
Purwodadi. Mereka dibebaskan membeli apapun yang dimau. Sangu yang
diberikan merupakan uang Notoraharjo dan Sumi sendiri. Dimana, uang
sengaja disiapkan untuk upacara Angon Putu. Setelah kembali dari pasar mereka digiring
pulang ke rumah.
Seperti orang Jawa kono, Notoraharjo dan Sumi mengenakan
beskap jangkep dan kebaya dan jarit. Notoraharjo sembari dudu dikursi roda
membawa cemeti sebagai piranti atau alat yang digunakan untuk menggiring
ngon-ngonan atau mengarahkan . Diibaratkan orang yang sedang angon atau
menggembala hewan ternak, cemeti itu berfungsi untuk menggiring agar ngon-ngonan tidak
jalan sendiri-sendiri namun terarah sesuai keinginan sang kakek.
Tradisi angon putu, belakangan makin jarang digelar. Menurut
budayawan Agus Supriyanto tradisi yang sudah turun temurun itu hampir punah.“Tidak saja usia nikah yang bertambah lebih dewasa. Namun
kesadaran orang untuk tidak memiliki anak terlalu banyak melalui program
keluarga berencana juga menjadi alasan tradisi angon putu mulai
luntur dan cenderung menghilang. Syaratnya kan harus punya cucu plus cicit
minimal 25 orang,” katanya.
Selain itu, usia hidup yang makin pendek juga
mengakibatkan orang belum mencapai jumlah yang disyaratkan meninggal. “Dulu
orang tua usia lebih dari 100 tahun banyak ditemui, sekarang sangat jarang,”
katanya.
Angon Putu ini merupakan tradisi Jawa yang sudah lama ada.
Namun tradisi ini memang tidak sepopuler tradisi Jawa lainnya seperti upacara
lahiran, kitanan atau kematian. Jaman dulu tradisi ini merupakan wujud rasa
syukur sebuah keluarga atas keberkahan pada dirinya dan para cucu. Biasanya
diadakan jika cucunya sudah mencapai sekitar 25 orang.
Selain itu, Angon Putu juga sebagai cara
untuk mendekatkan antar sanak saudara. Mengingat, setelah menikah rata-rata
anak pergi merantau dan sibuk dengan urusan keluarga. TradisiAngon putu merupakan
bagian dari upacara Tumbuk Ageng.
Upacara yang menandakan siklus kehidupan masyarakat Jawa
menjelang tua, biasanya saat berumur 64 atau 80an tahun dan sudah memiliki
lebih dari 25 cucu. Tumbuk berarti berarti bertepatan atau bersamaan, sedangkan
ageng berarti agung atau besar. Jadi upacara ini diadakan tepat pada saat
seseorang berusia 8 x 8 tahun (64 tahun). Pada usia 64 ini dipercaya hari
wetonnya tepat sama dengan weton saat dia lahir ke dunia.
Upacara tumbuk ageng ini diselenggarakan sesuai keadaan,
bisa kecil-kecilan, sederhana atau mewah, tergantung perlengkapan dan jenis
sesaji ketika melaksanakan kenduri. Semakin banyak jumlah sesaji dan perlengkapan
yang dibutuhkan, maka akan semakin banyak biaya yang dibutuhkan.
Ada tiga serangkaian acara Tumbuk Agung yaitu Angon putu,
Congkogan, dan Andrawina. Ketiganya mengisyaratkan sebuah kegiatan yang
ditujukan kepada orangtua. Mulai dari momong putu atau menimang cucu, dibopong
anaknya hingga simbol keprasahan orang tua pada Gusti Allah. (RE)
Post a Comment
Post a Comment