Panen, Dinas Pertanian Grobogan Minta Bulog Segera Lakukan Penyerapan Gabah
Ia memperkirakan potensi luasan panen di wilayah Kabupaten Grobogan hingga akhir Februari 2021 mencapai kisaran 48.410 hektare.
"Di bulan Januari ada sekitar 7.322 hektare luasan tanaman padi yang sudah panen. Yakni meliputi Kecamatan Penawangan 628 ha, Geyer 400 ha, Gabus 500 ha, Ngaringan 425 ha, Wirosari 1192 ha, Tawangharjo 523 ha, Grobogan 790 ha, Purwodadi 497 ha, Brati 494 ha, Klambu 594 ha, Godong 406 ha dan Kecamatan Tegowanu 873 ha," katanya.
Sedangkan untuk bulan Februari, ada sekitar 41.088 hektare luasan yang siap panen. Yakni meliputi Kecamatan Kedungjati 620 ha, Karangrayung 806 ha, Penawangan 3.373 ha, Toroh 2.356 ha, Geyer 772 ha, Pulokulon 2.114 ha, Kradenan 3.287 ha, Gabus 2.877 ha, Ngaringan 3.957 ha, Wirosari 3.828 ha, Tawangharjo 1.788 ha, Grobogan 2.643 ha, Purwodadi 3.122 ha, Brati 802 ha, Klambu 1.122 ha, Godong 4.768 ha, Gubug 783 ha, Tegowanu 1.765 ha dan Kecamatan Tanggungharjo 309 ha," jelasnya.
"Untuk puncak panen diperkirakan sekitar bulan Maret, yakni sebagian besar daerah Godong, Klambu, Penawangan dan Karangrayung. Sedangkan daerah Gubug panen raya sekitar bulan April," ujarnya.
Sunanto menyatakan, proses panen padi yang dilakukan petani memiliki pengaruh besar terhadap harga gabah. Adanya proses panen padi yang terkontrol akan mempengaruhi penyusutan hasil gabah.
Ia mencontohkan, proses panen padi secara tradisional semisal perontok pedal/dos, tentu tingkat kebersihan gabah akan berkurang dan itu juga mempengaruhi harga gabah rendah. Sebaliknya, proses panen dengan terkontrol dengan mesin perontok, tingkat kebersihan gabah panen yang dihasilkan cukup maksimal karena ada blowernya.
"Harga gabah dengan proses tradisional cenderung lebih rendah dibanding dengan perontok mesin yang sudah dilengkapi dengan blower pemilih gabah," ungkapnya.
Ia mengaku, selisih harga gabah proses panen tradisional dengan mesin perontok cukup mencolok. Jika panen dengan menggunakan perontok pedal biasanya padi dihargai Rp 3800 hingga Rp 3900 per kilogram (kg), sedangkan dengan mesin perontok kisaran Rp 4300 sampai Rp 4.400 per kg. Sedangkan menggunakan combine harvester kisaran Rp 4.800 sampai Rp 4.900 per kg.
"Tengkulak jelas berbeda menentukan harga, sebab acuan mereka adalah kebersihan gabah," tandasnya.
Pihaknya berharap, agar bulog segera melakukan penyerapan gabah sehingga harga dapat terkendali. "Saat ini belum ada penyerapan dari Bulog," pungkasnya.
Post a Comment
Post a Comment